Monday, January 27, 2014

SUKU BUNGA BANK INDONESIA TERTINGGI DI DUNIA


Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengumumkan proyeksi pertumbuhan
 ekonomi 2014 lebih rendah dari target pemerintah, yakni di kisaran 5,2-5,8 persen. 
Ramalan pesimis ini muncul dari pandangan pelaku usaha yang menilai suku bunga 
acuan (BI Rate) masih terlalu tinggi.
Kadin menganggap tidak mungkin pemerintah bisa mencapai target pertumbuhan
ekonomi 6 persen sesuai APBN, jika otoritas moneter mengetatkan kucuran dana.
"Dengan tingkat suku bunga tinggi, likuiditas ketat tidak mendukung adanya
pertumbuhan. Seakan-akan memang diredam. Ini salah satu alasan mengapa
proyeksi kami pertumbuhan ke depan tidak akan tinggi," kata Ketua Umum
Kadin Suryo B. Sulisto di Jakarta, Senin (27/1).
Kepala Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E)
Kadin Didik Junaidi Rachbini menuturkan BI Rate yang dipatok 7,5 persen,
merupakan acuan bank sentral paling tinggi sedunia. Dia melihat, otoritas
moneter negara di G20, tak ada yang menetapkan suku bunga setinggi Indonesia.
"Sampai kapan BI menaikkan terus. Jangan sampai mengorbankan sektor riil.
(BI Rate) mendekati 8 persen itu tertinggi di muka bumi, jangan sampai naik
agi," kata Didik.
Dari pantauan Kadin, kenaikan BI Rate tidak otomatis berbanding lurus dengan
penurunan inflasi, seperti yang selalu disampaikan Bank Indonesia. Alasannya,
masalah struktural, seperti problem pasokan pangan masih terjadi. Impor juga
tetap tinggi.
Didik mengingatkan, tanpa perbaikan dari sisi kebijakan pemerintah, langkah
BI mengerek suku bunga hanya akan membuat sektor riil sulit bangkit.
"Makanya, proyeksi pertumbuhan tahun ini kita desain realistis. Kalau potensi
agar bisa 6 persen masih bisa, tergantung pemerintah apakah menjalankan
tugasnya," kata ekonom senior ini.
Sumber: merdeka.com

Rupiah melemah, Rp 12.186- Rp 12.158 per USD.



Rupiah kembali melemah, seiring terjadinya aksi jual asing di pasar saham. Berdasarkan
kurs tengah BI, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 12.186- Rp 12.158
per USD.
"Pelaku pasar mulai mengantisipasinya lonjakan inflasi menyusul meluasnya bencana
banjir yang dapat meluas ke berbagai wilayah sehingga mengganggu produksi dan
distribusi barang-barang," kata Analis Trust Securities Reza Priyambada, Senin (27/1).
Di sisi lain, sentimen negatif datang dari pernyataan BI bahwa inflasi berpotensi
mendekati 1 persen serta masih melemahnya sejumlah mata uang asia yang
merespon pelemahan indeks manufaktur China sebelumnya.
Tetapi, pelemahan rupiah terbatas setelah laju dolar AS dapat terpatahkan oleh
Poundsterling yang menguat.
Sumber: merdeka.com